Selasa, 09 September 2008

Polisi Arogan=Arogansi Departemen Kepolisian

Oleh: Sutrisno, Mahasiswa Teknik Informatika Perguruan Tinggi Darmajaya Lampung

Departemen kepolisian adalah departemen yang dibentuk dan diamandatkan oleh bangsa dan negara sebagai departemen yang diharapkan mampu menciptakan stabilitas dan iklim kondusif di dalam negeri.


Kilas balik sesaat sebelum terpisahnya Polri dari TNI (ABRI), ruang lingkup otoritas Polri dalam mengambil suatu keputusan atau tindakan sangat terbatas. Dan Polri saat itu sangat hati – hati sekali dalam bertindak, sebab seperti yang kita ketahui, saat itu Polri tidak berdaya akan adanya tekanan dari TNI. Dan seperti yang kita ketahui pula, saat itu Polri dikonotasikan sebagai anak bawang di tubuh ABRI.

Oleh karena sebab tersebutlah, maka muncul tekanan dari rakyat yang dimotori mahasiswa agar Polri memiliki instuisi yang luas dalam menjalankan kewajibannya sebagai polisi dan terlepas dari TNI. Dengan harapan agar kinerja Polri menjadi lebih baik dan universal.

Akan tetapi kemandirian Polri yang dipercayakan bangsa Indonesia kepada institusi Polri malah diasumsikan menyimpang oleh jajaran Polri sendiri.

Departemen kepolisian dalam menjalankan mandatnya sebagai institusi yang semestinya menjaga stabilitas di dalam negeri agar kondusif, dirasa tidak optimal.

Tidak optimalnya kinerja Polri disebabkan banyaknya kepentingan-kepentingan dan faktor x ditubuh Polri yang berbenturan dengan kewajiban pokok Polri didalam menjalankan mandat dari bangsa dan negaranya. Yang semestinya mandat tersebut dijalankan dengan sebaik-baiknya sebagai amanah.

Banyaknya kesalahan prosedur atau prosedure premature pada pelaksanaan di lapangan sampai dengan pelanggaran hukum serius yang dilakukan oleh oknum – oknum Polri telah memunculkan image negative dan dampak psikologis yang mendalam bagi masyarakat kepada institusi Polri.

Mentalitas psikologis yang dimiliki setiap individu Polri pun terasa labil. Labilnya mentalitas psikologis individu Polri disebabkan perekrutan anggota Polri yang tidak konsisten dan sarat dengan praktik KKN.

Latar balakang pendidikan ilmu kepolisian yang tidak memenuhi standar internasional, juga memberikan pengaruh besar pada kwalitas dan perilaku psikologis individu Polri dalam menjalankan tugasnya sebagai polisi.

Singkatnya masa pendidikan untuk menjadi anggota kepolisian juga penyebab individu Polri kurang memahami fungsinya sebagai polisi.

Kemandirian Polri akhirnya hanya melahirkan oknum-oknum polisi arogan yang mendatangkan petaka belaka bagi masyarakat luas.

Meningkatnya kasus penyalahgunaan senjata api oleh oknum Polri seperti tembak menembak antara polisi dengan polisi, atau polisi dengan TNI, kasus salah tembak, atau peluru nyasar, dan lain-lainnya yang terkait dengan penyalahgunaan senjata api. Hal-hal seperti tersebut menciptakan opini institusi Polri bak koboy Mexico atau gangster, dimata rakyat.

Belum lagi pelanggaran lainnya seperti narkoba, asusila, dan banyak lagi pelanggaran yang tidak terekspose, terkesan ditutup-tutupi dan tidak tersentuh oleh hukum, telah memunculkan mentalitas negative dan dampak psikologis yang rapuh bagi rakyat.

Pelanggaran-pelanggaran hukum yang didominasi oknum-oknum Polri yang notabene sebagai abdi hukum tersebutlah yang akhirnya berbuah kebencian, paranoid dan krisis ketidak kepercayaan rakyat terhadap kemandirian Polri.

Slogan Polri bahwa, Polisi ada untuk memberikan pengayoman, kenyamanan dan ketertiban kepada rakyat dengan profesional ternyata hanya slogan belaka, rayuan gombal yang teramat klasik.

Berdasarkan fakta yang berulang kali terjadi, kinerja Polri dari yang bertugas di lapangan sampai dengan yang berada di belakang meja, tidak profesional dan jauh dari rasa keadilan.

Bahkan polisi yang seharusnya sebagai pengayom bagi masyarakat, justru malah menjadi peneror, yang seharusnya memberikan keamanan, kenyamanan dan ketertiban di tengah-tengah masyarakat, malah sebaliknya memunculkan kebencian dan keresahan ditengah-tengah masyarakat.

Sistem perekrutan anggota Polri dan pendidikan ilmu kepolisian seperti tersebut di ataslah yang seharusnya disadari dan diperbaiki oleh Kapolri sebagai pimpinan tertinggi di Departemen Kepolisian. Atau Presiden yang memiliki wewenang luas terhadap institusi dibawah pemerintahannya.

Campur tangan Presiden pada Departemen Kepolisian untuk ikut melahirkan kebijakan yang tepat, adil dan memihak rakyat sangat diharapkan rakyatnya. Agar tidak ada lagi pelanggaran-pelanggaran hukum yang berakibat jatuhnya korban.

Sebab dibalik citra negative Polri dimata rakyat, sesungguhnya menjadi cermin kinerja pemerintahan yang ada sekarang.

Pemberian sangsi bagi oknum Polri yang melakukan pelanggaran hukum semestinya dijalankan dengan sunguh-sungguh, jangan hanya sandiwara belaka. Oknum Polri yang melakukan pelanggaran hukum dalam skala berat maupun ringan semestinya ditindak dan diproses berdasarkan hukum dan ketentuan Undang-undang yang ada, bukan malah dibela atau dibiaskan perkara hukumnya.

Kemandirian Polri seharusnya dapat meningkatkan mutu kinerja Polri dalam menciptakan stabilitas di dalam negeri agar tercipta ketertiban umum.

Kinerja dan kemandirian Polri seharusnya dapat memberikan citra yang positive di dalam negeri dan dunia Internasional.

Sebab lancar tidaknya pertumbuhan perekonomian di dalam negeri ini, Republik Indonesia atau pertumbuhan perekonomian di negara di belahan dunia manapun, sangat bergantung pada iklim stabilitas keamanan dan kenyamanan yang terjamin dan kondusif di negerinya.

Sabtu, 09 Agustus 2008

Selasa, 05 Agustus 2008

Mengintip Password Komputer

Seorang office boy (OB) suatu hari sedang membersihkan lantai di belakang kursi Direktur. Saat itu sang direktur sedang duduk di kursinya mengerjakan sesuatu yang kelihatan sangat penting di depan komputernya. Saking sibuknya sang direktur berkonsentrasi ke komputer, ia tidak menyadari si office boy mengintip dari pundaknya apa yang sedang ia kerjakan.

Beberapa menit kemudian, di ruang office boy, ia mengatakan kepada rekannya yang lain, bahwa ia tadi sempat mengintip sang boss mengetikkan password-nya! Ia melihat huruf demi huruf! Ia pun tegang karena mungkin merupakan satu-satunya yang tahu password orang nomor satu di perusahaan itu!

Kabar angin pun beredar beberapa hari kemudian, dan seorang staf IT yang ingin masuk lewat jaringan ke komputer sang boss untuk mengetahui rahasia perusahaan terutama rahasia boss, mendekati si office boy.

"Saya akan bayar berapa untuk password itu?" tanya si staf IT.

Sang office boy dengan gugup menjawab, "Dua ratus ribu!"

"Kemahalan! Seratus," staf IT berargumen sambil langsung menyodorkan uang seratus ribu.

Oke si office boy pun setuju.

Setelah memberikan uangnya, si staf IT menyiapkan pensil untuk mencatat di secarik kertas. "Oke, apa passwordnya?"

"Bintang, bintang, bintang, bintang, bintang, bintang!" jawab sang office boy sambil berbisik. "Passwordnya ternyata hanya enam bintang!"